Merie memaparkan solusi penanganan sampah di SMK Cakra Nenggala Brebes |
BREBES – Marie Salberter seorang aktivis dari negara Belgia mengajak generasi millenial untuk mencintai dan perhatian pada lingkungan hidup. Utamanya, terkait kesadaran diri untuk membuang ataupun pengelolaan sampah dengan benar. Sehingga pengolahan sampah dengan teknologi dapat menjaga lingkungan hidup.
Di sisi lain, terus berkembangnya generasi baru, teknologi yang maju dan canggih membantu banyak orang untuk melakukan dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan mereka. “Karena teknologi memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan aktivitas mereka. Kemajuan teknologi pada zaman ini memberikan dampak pada bumi sekarang ini,” ucap Marie Salberter di depan pelajar SMK Cakra Nenggala Brebes, Jumat 15 Februari 2019.
Dirinya menyebut, perhatian pada lingkungan hidup dan teknologi haruslah seimbang, tidak boleh berat sebelah. Bumi sebagai kosmos ini membutuhkan perhatian yang lebih banyak. Manusia sebagai penghuni bumi hendaknya menciptakan gerakkan ekologis, gerakkan cinta bumi.
“Saya yakin jika dilakukan secara serentak, gerakkan ini memberikan dampak yang signifikan untuk keberlangsungan bumi ini,” imbuhnya.
Ia mencontohkan, tentang kesadaran manusia semisal hanya memiliki satu gelas di dalam rumahnya. Ia baru akan membeli kembali setelah rusak atau pecah. Sedangkan para pelaku usaha yang masih menggunakan gelas plastik atau sejenisnya, tetap membebankan jaminan produk yang dijualnya kepada pembeli.
“Dengan teknologi menggunakan alat penghancur sampah yang panasnya bisa mencapai 8.000 joule. Kalau energi pembakar sampah masih di bawah itu, residu yang ada masih mengandung racun,” jelasnya.
Menurut dia, secara garis besar sistem pengelolaan sampah di Indonesia dan Belgia tidak jauh beda. Dari mulai pengelompokan (collecting) sampah organik dan anorganik, sampai pada tataran daur ulang (recycling).
“Kalau di Belgia, konsistensi dan alur pengelompokkan sampah rumah tangga begitu teratur dari tingkat desa sampai ke pusat. Dalam hal recycling atau daur ulang, 15 botol Aqua bisa didaurulang menjadi jaket, 20 keping logam bisa menjadi rice cooker, dan lain sebagainya,” beber dia.
Untuk pengelolaan sampah di Belgia, lanjut dia, di sepanjang jalan tersedia berbagai jenis tempat sampah khusus dengam warna yang berbeda-beda. Semisal, warna merah itu, untuk sampah baju, sampah material bangunan, sampah botol.
Sementara itu, sejarawan sekaligus pemerhati lingkungan hidup Pantura Barat, Jateng, Wijanarto menuturkan pengelolaan sampah masih menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat lantaran kesadaran manusia masih minim. Padahal, upaya pengelolaan sampah sudah dilakukan.
“Pada kenyataanya, udah susah-susah bikin program pemisahan sampah organik anorganik, eh giliran bak sampah lewat dicampurin gitu aja. So…apa gunanya 1 rumah 2 tempat sampah. Sesampainya di Bantar Gebang pun demikian, sampah menggunung,” ucap Wijanarto.
Selain itu, kata dia, dukungan pemerintah dalam pengelolaan ataupun pengolahan sampah, seperti tersedianya angkutan sampah “Jadi uangnya bukan dari patungan warga, ya mohon maklum. Karena APBD disini kecil yang rutin dan varian,” pungkasnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar